Sabtu, 20 November 2010

SEJARAH DARWINISME

SEJARAH SINGKAT DARWINISME

Sebelum menelaah berbagai penderitaan dan bencana yang ditimpakan Darwinisme kepada dunia, marilah kita mempelajari sejarah Darwinisme secara sekilas. Banyak orang percaya bahwa teori evolusi yang pertama kali dicetuskan oleh Charles Darwin adalah teori yang didasarkan atas bukti, pengkajian dan percobaan ilmiah yang dapat dipercaya. Namun, pencetus awal teori evolusi ternyata bukanlah Darwin, dan, oleh karenanya, asal mula teori ini bukanlah didasarkan atas bukti ilmiah.
Pada suatu masa di Mesopotamia, saat agama penyembah berhala diyakini masyarakat luas, terdapat banyak takhayul dan mitos tentang asal-usul kehidupan dan alam semesta. Salah satunya adalah kepercayaan tentang "evolusi". Menurut legenda Enuma-Elish yang berasal dari zaman Sumeria, suatu ketika pernah terjadi banjir besar di suatu tempat, dan dari banjir ini tiba-tiba muncul tuhan-tuhan yang disebut Lahmu dan Lahamu. Menurut takhayyul yang ada waktu itu, para tuhan ini pertama-tama menciptakan diri mereka sendiri. Setelah itu mereka melingkupi keseluruhan alam semesta dan kemudian membentuk seluruh materi lain dan makhluk hidup. Dengan kata lain, menurut mitos bangsa Sumeria, kehidupan terbentuk secara tiba-tiba dari benda tak hidup, yakni dari kekacauan dalam air, yang kemudian berevolusi dan berkembang.
Kita dapat memahami betapa kepercayaan ini berkaitan erat dengan pernyataan teori evolusi: "makhluk hidup berkembang dan berevolusi dari benda tak hidup." Dari sini kita dapat memahami bahwa gagasan evolusi bukanlah diawali oleh Darwin, tetapi berasal dari bangsa Sumeria penyembah berhala.

Gambar yang memperlihatkan dewa air bangsa Sumeria. Sebagaimana masyarakat Sumeria, para Darwinis juga meyakini bahwa kehidupan muncul secara kebetulan dari air. Dengan kata lain, mereka menganggap air sebagai tuhan yang menciptakan kehidupan.
Di kemudian hari, mitos evolusi tumbuh subur di peradaban penyembah berhala lainnya, yakni Yunani Kuno. Filsuf materialis Yunani kuno menganggap materi sebagai keberadaan satu-satunya. Mereka menggunakan mitos evolusi, yang merupakan warisan bangsa Sumeria, untuk menjelaskan bagaimana makhluk hidup muncul menjadi ada. Demikianlah, filsafat materialis dan mitos evolusi muncul dan berjalan beriringan di Yunani Kuno. Dari sini, mitos tersebut terbawa hingga ke peradaban Romawi.
Kedua pemikiran tersebut, yang masing-masing berasal dari kebudayaan penyembahan berhala ini, muncul lagi di dunia modern pada abad ke-18. Sejumlah pemikir Eropa yang mempelajari karya-karya bangsa Yunani kuno mulai tertarik dengan materialisme. Para pemikir ini memiliki kesamaan: mereka adalah para penentang agama.
Demikianlah, dan yang pertama kali mengulas teori evolusi secara lebih rinci adalah biologiwan Prancis, Jean Baptiste Lamarck. Dalam teorinya, yang di kemudian hari diketahui keliru, Lamarck mengemukakan bahwa semua mahluk hidup berevolusi dari satu ke yang lain melalui perubahan-perubahan kecil selama hidupnya. Orang yang mengulang pernyataan Lamark dengan cara yang sedikit berbeda adalah Charles Darwin.
Darwin mengemukakan teori tersebut dalam bukunya The Origin of Species, yang terbit di Inggris pada tahun 1859. Dalam buku ini, mitos evolusi, yang diwariskan oleh peradaban Sumeria kuno, dipaparkan lebih rinci. Dia berpendapat bahwa semua spesies makhluk hidup berasal dari satu nenek moyang, yang muncul di air secara kebetulan, dan mereka tumbuh berbeda satu dari yang lain melalui perubahan-perubahan kecil yang terjadi secara kebetulan.
Pernyataan Darwin tidak banyak diterima oleh para tokoh ilmu pengetahuan di masanya. Para ahli fosil, khususnya, menyadari pernyataan Darwin sebagai hasil khayalan belaka. Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, teori Darwin mulai mendapatkan banyak dukungan dari berbagai kalangan. Hal ini disebabkan Darwin dan teorinya telah memberikan landasan berpijak ilmiah - yang dahulunya belum diketemukan- bagi kekuatan yang berkuasa pada abad ke-19.

Sebagaimana masyarakat penyembah berhala, para pengikut Darwin percaya bahwa kehidupan muncul secara kebetulan di dalam air akibat pengaruh alam. Menurut pernyataan yang tidak masuk akal ini, atom-atom yang tidak memiliki kecerdasan yang terdapat dalam "sup purba", sebagaimana tampak pada gambar, bertemu untuk kemudian saling bergabung dan membentuk makhluk hidup.
Alasan Ideologis Penerimaan Darwinisme
Ketika Darwin menerbitkan buku The Origin of Species dan memunculkan teori evolusinya, ilmu pengetahuan kala itu masih sangat terbelakang. Misalnya, sel, yang kini diketahui memiliki sistem teramat rumit, hanya tampak seperti bintik noda melalui mikroskop sederhana waktu itu. Karenanya, Darwin merasa tidak ada yang salah ketika menyatakan bahwa kehidupan muncul secara kebetulan dari materi tak hidup.

Dibandingkan yang ada sekarang, mikroskop abad ke-19 sangatlah kuno dan, karena-nya, sebagaimana terlihat pada gambar, hanya dapat menampakkan sel sebagai bintik-bintik noda.
Demikian pula, catatan fosil yang tidak lengkap waktu itu memberi celah bagi penyataan bahwa mahluk hidup telah terbentuk dari satu spesies ke spesies yang lain melalui perubahan sedikit demi sedikit. Sebaliknya, kini telah jelas bahwa catatan fosil, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, tidak memberikan secuil bukti apapun yang mendukung pernyataan Darwin bahwa suatu makhluk hidup muncul dari perkembangan makhluk hidup lain yang telah ada sebelumnya. Hingga baru-baru ini, para evolusionis terbiasa mengelak dari kebuntuan yang menghadang mereka tersebut dengan berdalih, "Ini akan ditemukan suatu saat di masa mendatang." Tetapi, mereka sekarang tidak lagi mendapatkan tempat bersembunyi di balik penjelasan ini (Untuk lebih lengkapnya, silahkan membaca Bab "Kekeliruan Teori Evolusi")
Apapun yang terjadi, keyakinan para Darwinis terhadap teori evolusi tidak berubah sedikitpun. Para pendukung Darwin telah datang dan hadir hingga zaman kita dan, layaknya harta warisan, mereka melimpahkan kesetiaan kepada Darwin ke generasi selanjutnya secara turun-temurun selama 150 tahun terakhir.
Jika demikian, apakah yang menjadikan Darwinisme diminati sejumlah kalangan dan disebarlu-askan melalui propaganda besar-besaran, padahal fakta tentang ketidakabsahan ilmiahnya kini telah nampak jelas?
Yang paling menonjol dari teori Darwin adalah pengingkarannya terhadap keberadaan Pencipta. Menurut teori evolusi, kehidupan membentuk dirinya sendiri tanpa sengaja dari bahan-bahan pembentuknya yang telah ada di alam. Pernyataan Darwin ini memberikan pembenaran ilmiah palsu bagi semua filsafat kaum anti Tuhan, dimulai dari filsafat kaum materialis. Sebab, hingga abad ke-19, sebagian besar para ilmuwan melihat ilmu pengetahuan sebagai sarana mempelajari dan menemukan ciptaan Allah. Karena keyakinan ini tersebar luas, filsafat atheis dan materialis tidak menemukan lahan subur untuk tumbuh berkembang. Namun, pengingkarannya terhadap keberadaan Pencipta dan dukungan 'ilmiah' yang diberikannya kepada keyakinan atheis dan materialis menjadikan teori Evolusi sebagai kesempatan emas bagi mereka. Karena alasan ini, kedua filsafat tersebut berpihak kepada Darwinisme dan menyelaraskan teori ini dengan ideologi mereka sendiri.
Selain penyangkalan Darwinisme terhadap keberadaan Tuhan, terdapat pernyataan lainnya mendukung berbagai ideologi materialistis abad ke-19: "Perkembangan makhluk hidup dipengaruhi oleh perjuangan untuk mempertahankan hidup di alam. Perseteruan ini dimenangkan oleh yang terkuat. Yang lemah akan kalah dan punah."
Kaitan erat Darwinisme dengan ideologi-ideologi yang telah menimpakan penderitaan dan bencana terhadap dunia diungkap dengan jelas dalam bagian ini.
Darwinisme Sosial : Penerapan Hukum Rimba Dalam
Kehidupan Manusia

Charles Darwin
Salah satu pernyataan terpenting teori evolusi adalah "perjuangan untuk mempertahankan hidup" sebagai pendorong utama terjadinya perkembangan makhluk hidup di alam. Menurut Darwin, di alam terjadi perkelahian tanpa mengenal belas kasih demi mempertahankan hidup, ini adalah sebuah pertikaian abadi. Yang kuat selalu mengalahkan yang lemah, dan ini mendorong terjadinya perkembangan. Judul tambahan buku The Origin of Species merangkum pandangan ini. "The Origin of Species by Means of Natural Selection or the Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life" ("Asal-Usul Spesies melalui Seleksi Alam atau Pelestarian Ras-Ras Pilihan dalam Perjuangan untuk Mempertahankan Hidup.")
Yang mengilhami Darwin tentang hal ini adalah buku karya ekonom Inggris, Thomas Malthus: An Essay on The Principle of Population. Buku ini memperkirakan masa depan yang cukup suram bagi umat manusia. Menurut perhitungan Malthus, jika dibiarkan, populasi manusia akan meningkat dengan sangat cepat. Jumlahnya akan berlipat dua setiap 25 tahun. Namun, persediaan makanan tidak akan bertambah pada laju yang sama. Dalam keadaan ini, manusia menghadapi bahaya kelaparan yang tiada henti. Yang mampu menekan jumlah populasi ini adalah bencana, seperti perang, kelaparan, dan penyakit. Singkatnya, agar sebagian orang tetap bertahan hidup, maka sebagian yang lain perlu mati. Kelangsungan hidup berarti "perang tanpa henti".
Menurut Darwin buku Malthuslah yang mejadikannya berpikir tentang perjuangan demi mempertahankan hidup:
Dalam bulan Oktober 1838, yakni 15 bulan setelah saya memulai pengkajian sistematis saya, saya kebetulan membaca buku Malthus tentang kependudukan sekedar untuk hiburan, dan setelah sebelumnya memahami bahwa perjuangan untuk mempertahankan hidup yang terjadi di mana-mana, berdasarkan pengamatan berulang-ulang terhadap kebiasaan pada binatang dan tumbuhan, saya seketika tersadarkan bahwa keadaan ini mendorong variasi menguntungkan untuk cenderung lestari dan yang tidak menguntungkan akan musnah. Hasilnya adalah pembentukan spesies baru. Di sinilah saya pada akhirnya menemukan sebuah teori yang dapat saya pakai.2
Pada abad ke-19, gagasan Malthus telah diterima oleh masyarakat luas. Sejumlah kalangan intelektual Eropa kelas atas secara khusus mendukung gagasan Malthus ini. Perhatian besar yang diberikan Eropa abad ke-19 kepada pemikiran Malthus tentang populasi tercantum dalam artikel The Scientific Background of the Nazi "Race Purification" Programme (Latar Belakang Ilmiah Program "Pemurnian Ras" oleh Nazi ) :
Pada paruh pertama abad ke-19, di seluruh Eropa, para anggota kalangan yang berkuasa berkumpul membicarakan "masalah kependudukan" yang baru ditemukan, dan untuk merumuskan cara menerapkan anjuran Malthus untuk meningkatkan laju kematian orang-orang miskin: "Sebagai ganti ajakan hidup bersih kepada orang-orang miskin, kita harus menganjurkan kebiasaan hidup yang sebaliknya. Di kota-kota kita, kita hendaknya menjadikan jalanan semakin sempit, menjejali lebih banyak orang yang tinggal dalam rumah, dan mendorong munculnya kembali wabah penyakit. Di negeri ini kita harus membangun desa-desa di dekat tempat genangan air, dan secara khusus menganjurkan pemukiman di semua tempat basah rentan banjir dan tidak sehat," dan seterusnya, dan seterusnya.3

Thomas Malthus adalah tokoh yang mempengaruhi pemikiran Darwin. Ia mengemukakan bahwa peperangan dan kekurangan pangan menekan pesatnya pertumbuhan penduduk dunia.
Akibat kebijakan biadab ini, yang kuat akan mengalahkan yang lemah dalam perseteruan untuk mempertahankan hidup, dan dengan demikian laju pertumbuhan penduduk yang cepat akan dapat ditekan. Di Inggris pada abad ke-19, program "penjejalan orang-orang miskin" ini telah benar-benar diterapkan. Sebuah sistem industri didirikan sebagai tempat di mana anak-anak berusia delapan atau sembilan tahun bekerja selama 16 jam sehari di pertambangan batubara, di mana ribuan dari mereka meninggal akibat keadaan yang buruk tersebut. Gagasan tentang "perjuangan untuk mempertahankan hidup" yang dianggap penting dalam teori Malthus, telah mengakibatkan jutaan orang miskin di Inggris menjalani hidup penuh penderitaan.
Darwin, yang terpengaruh pemikiran Malthus, menerapkan cara pandang ini ke seluruh alam kehidupan, dan mengatakan bahwa peperangan ini, yang benar-benar ada, akan dimenangkan oleh yang terkuat dan yang paling layak hidup. Pernyataan Darwin tersebut berlaku pada semua tanaman, binatang, danmanusia. Ia juga menekankan bahwa perseteruan untuk mempertahankan hidup ini adalah hukum alam yang senantiasa ada dan tak pernah berubah. Dengan menolak adanya penciptaan, ia mengajak orang-orang menanggalkan keyakinan agama mereka dan dengan demikian berarti pula seruan untuk meninggalkan segala prinsip etika yang dapat menjadi penghalang bagi kebiadaban dalam "perjuangan untuk mempertahankan hidup."
Karena alasan inilah teori Darwin mendapatkan dukungan dari kalangan yang berkuasa, bahkan sejak teori tersebut baru saja didengar, awalnya di Inggris dan selanjutnya di negeri Barat secara keseluruhan. Kaum imperialis, kapitalis, dan materialis lainnya yang menyambut hangat teori ini, yang memberikan pembenaran ilmiah bagi sistem politik dan sosial yang mereka dirikan, tidak kehilangan waktu untuk segera menerimanya. Dalam waktu singkat, teori evolusi telah dijadikan satu-satunya patokan utama dalam berbagai bidang yang menjadi kepentingan masyarakat, dari sosiologi hingga sejarah, dari psikologi hingga politik. Di setiap pokok bahasan, gagasan yang mendasari adalah semboyan "perjuangan untuk bertahan hidup" dan "kelangsungan hidup bagi yang terkuat"; dan partai politik, bangsa, pemerintahan, perusahaan dagang, dan perorangan mulai menjalani kegiatan atau kehidupannya dengan berpedomankan semboyan ini. Karena ideologi-ideologi yang berpengaruh di masyarakat telah menyelaraskan diri dengan Darwinisme, propaganda Darwinisme mulai dilakukan di segala bidang, dari pendidikan hingga seni, dari politik hingga sejarah. Terdapat upaya untuk menghubung-hubungkan setiap bidang yang ada dengan Darwinisme, dan untuk memberikan penjelasan pada tiap bidang tersebut dari sudut pandang Darwinisme. Akibatnya, meskipun orang-orang tidak memahami Darwinisme, berbagai pola masyarakat yang menjalani kehidupan sebagaimana perkiraan Darwinisme mulai terbentuk.
Darwin sendiri menganjurkan agar pandangannya yang didasarkan pada evolusi diterapkan pada pemahaman tentang etika dan ilmu-ilmu sosial. Darwin mengatakan berikut ini kepada H.Thiel dalam sebuah surat pada tahun 1869:
Anda akan segera meyakini betapa tertariknya saya ketika mendapati bahwa dalam masalah-masalah moral dan sosial anda menerapkan pandangan-pandangan yang serupa dengan yang telah saya gunakan dalam masalah perubahan spesies. Awalnya tidak terpikirkan dalam diri saya bahwa pandangan-pandangan saya dapat diperlebar ke bidang-bidang yang demikian luas, berbeda, dan paling penting.4
Dengan diterimanya pula gagasan "pertikaian di alam" dalam kehidupan manusia, peperangan dengan mengatas-namakan rasisme, Fasisme, Komunisme, dan imperialisme, dan tindakan golongan kuat untuk menindas orang-orang yang mereka anggap lebih lemah, kini terbungkus dengan topeng ilmiah. Sejak saat itu, mustahil menyalahkan atau menghalangi mereka yang melakukan pembantaian biadab, yang memperlakukan manusia layaknya binatang, yang mendorong pertikaian di antara sesama, yang merendahkan orang lain karena ras mereka, yang mematikan usaha kecil dengan dalih kompetisi, dan yang enggan membantu orang miskin. Sebab mereka melakukan ini semua sesuai dengan hukum alam yang "ilmiah".
Penjelasan ilmiah baru ini dikenal dengan nama "Darwinisme Sosial".

Salah seorang ilmuwan evolusionis terkemuka zaman kita, paleontolog Amerika, Stephen Jay Gould menerima kebenaran ini dengan menuliskan bahwa, menyusul penerbitan buku The Origin of Species pada tahun 1859, "alasan yang kemudian dipakai untuk membenarkan perbudakan, penjajahan, pembedaan ras, pertikaian antar kelas masyarakat, dan peran jenis kelamin dikemukakan dengan dukungan utama dari ilmu pengetahuan."5

PENINDASAN DI SELURUH DUNIA
Munculnya Darwinisme menjadikan kebohongan bahwa "pertikaian dan peperangan merupakan fitrah dalam diri manusia" diterima secara ilmiah. Akibatnya sungguh mengenaskan: di banyak tempat di dunia, peperangan, pembunuhan, dan kebiadaban dibungkus dengan menggunakan kedok 'ilmiah'. Demikianlah abad ke-20 menjadi abad yang penuh penderitaan dan kebiadaban.
Ada satu hal sangat penting untuk diketahui disini. Di setiap kurun sejarah manusia, terjadi peperangan, kekejaman, kebiadaban, rasime, dan pertikaian. Tetapi, di setiap masa selalu ada agama wahyu yang mengajarkan manusia bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah, dan mengajak mereka kepada perdamaian, keadilan, dan ketentraman. Oleh karena manusia mengetahui ajaran agama wahyu ini, mereka setidaknya memahami kekeliruan mereka ketika terjerumus kepada tindak kekerasan.
Tapi sejak abad ke-19, Darwinisme menyatakan bahwa perseteruan dan ketidakadilan demi memperebutkan keuntungan, memiliki unsur pembenaran ilmiah bagi mereka, dan mereka juga mengatakan bahwa semua ini merupakan bagian dari sifat fitrah manusia, bahwa dalam dirinya manusia memiliki kecenderungan bertindak biadab dan agresif yang merupakan peninggalan dari oleh nenek moyangnya, dan seperti halnya dengan binatang yang terkuat dan paling agresif akan bertahan hidup, hukum yang sama ini berlaku pada manusia. Di bawah pengaruh pemikiran ini, peperangan, penderitaan, dan pembantaian mulai terjadi di banyak tempat di seluruh dunia. Darwinisme mendukung dan mendorong semua pergerakan yang mendatang-kan penderitaan, pertumpahan darah, dan penindasan kepada dunia. Paham ini memperlihatkan berbagai tindakan tersebut sebagai hal yang masuk akal dan dapat dibenarkan, dan medukung semua penerapannya. Karena adanya dukungan ilmiah ini, ideologi berbahaya lainnya bermunculan dan tumbuh semakin kuat, dan hasil yang didapat adalah "abad penderitaan" pada abad ke-20.
Dalam bukunya "Darwin, Marx, Wagner" profesor sejarah Jacques Barzun menyelidiki penyebab ilmiah, sosiologis, dan budaya dari kehancuran moral dahsyat yang menimpa dunia modern. Pernyataan dari buku Bazrun ini sungguh menarik jika dilihat dari sudut pandang pengaruh Darwinisme terhadap dunia:
... di setiap negeri Eropa antara tahun 1870 dan 1941 terdapat golongan pro-peperangan yang menuntut persenjataan, golongan individualis yang menuntut kompetisi tanpa belas kasih, golongan imperialis yang menuntut penjajahan atas masyarakat terbelakang, golongan sosialis yang menuntut kekuasaan, dan kelompok rasialis yang menuntut pembersihan internal dari orang-orang asing - kesemuanya ini, ketika dalih keserakahan dan ketenaran telah gagal, atau bahkan sebelumnya, menyebut nama Spencer dan Darwin, yang boleh dikatakan sebagai penjelmaan ilmu pengetahuan... Ras adalah sesuatu yang biologis, yang berkaitan dengan masalah sosiologi, dan juga berhubungan dengan Darwin.6

PENDERITAAN DAN KESENGSARAAN
Menurut Darwinisme Sosial, kaum lemah, miskin, berpenyakit, dan terbelakang sepatutnya dimusnahkan dan disingkirkan tanpa belas kasih. Para penganut paham ini meyakininya sebagai keharusan demi keberlangsungan evolusi umat manusia. Salah satu sebab mengapa di abad ke-20 tidak ada yang sudi mendengar jerit tangis jutaan manusia yang meminta pertolongan, dari Bosnia hingga Ethiopia, adalah ideologi yang dipaksakan secara luas ke masyarakat ini.

Di abad ke-19, ketika Darwin mengajukan pernyataannya bahwa mahluk hidup tidak diciptakan, melainkan telah muncul secara kebetulan, dan bahwa manusia mempunyai nenek moyang yang sama dengan binatang, dan telah muncul sebagai makhluk hidup yang paling berkembang dan maju sebagai hasil peristiwa kebetulan, mungkin kebanyakan orang tidak dapat membayangkan apa akibat dari pernyataan ini. Tetapi di abad ke-20, dampak dari pernyataan ini tampak nyata dalam wujud berbagai pengalaman yang sungguh mengerikan. Mereka yang melihat manusia sebagai binatang yang telah berkembang, tidak ragu untuk bangkit dengan menginjak-injak yang lemah, mencari jalan untuk memusnahkan yang sakit dan lemah, dan melakukan pembantaian untuk menghapuskan ras yang mereka anggap berbeda dan lebih rendah. Semuanya terjadi karena teori mereka yang berkedok ilmu pengetahuan ini mengatakan kepada mereka bahwa ini adalah "hukum alam."

Jacques Barzun, profesor sajarah yang menulis buku "Darwin, Marx, Wagner,"
Bencana yang ditimpakan Darwinisme kepada dunia bermula dengan cara yang demikian ini, dan dengan cepat tersebar ke seluruh dunia. Sebaliknya, pada abad ke-19, hingga saat materialisme dan atheisme tumbuh semakin kuat dengan dukungan yang mereka dapatkan dari Darwinisme, kebanyakan masyarakat percaya bahwa Tuhan menciptakan semua mahluk hidup dan bahwa manusia, tidak seperti mahluk hidup lainnya, memiliki ruh yang diciptakan Tuhan. Berasal dari ras atau suku bangsa manapun, setiap manusia adalah seorang hamba yang diciptakan oleh Tuhan. Namun, redupnya keimanan terhadap agama yang diakibatkan, dan diperparah, oleh Darwinisme, memunculkan kelompok-kelompok masyarakat dengan cara pandang kompetitif dan tanpa mengenal belas kasih, tidak mengindahkan pentingnya moral, memandang manusia sebagai binatang yang telah berkembang maju.
Orang-orang yang mengingkari kewajiban mereka kepada Tuhan memunculkan pola hidup di mana segala sikap yang mementingkan diri sendiri dapat dibenarkan. Dari pola hidup ini lahirlah banyak paham, dan masing-masing paham ini, dalam penerapannya pada kehidupan dunia yang sesungguhnya, menjadi malapetaka bagi manusia.
Di halaman-halaman berikutnya, kita akan mempelajari beragam ideologi yang mendapatkan pembenaran dari Darwinisme tersebut, hubungan erat antara ideologi-ideologi ini dengan Darwinisme, dan penderitaan yang harus ditanggung dunia akibat persekutuan ini.
  1. Geliat Aksi Para “Pemakan Bangkai”
  2. Bagai Dua Sisi Mata Uang

Share
|